ILMU AKHLAK
1.
HUBUNGAN
ILMU AKHLAK DENGAN SOSIOLOGI
Secara etimologis sosiologi berasal
dari kata socius yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu
pengetahuan tentang berkawan atau di dalam arti luas adalah “ilmu pengetahuan
yang berobjek pada masalah hidup bermasyarakat”. Mempelajari masyarakat manusia
yang pertama, dan bagaimana meningkat keatas, juga menyelidiki tentang bahasa,
agama, dan keluarga, dan bagaimana membentuk undang-undang dan pemerintahan dan
sebagainya. Mempelajari semua ini menolong untuk memberi pengertian akan
perbuatan manusia dan cara menentukan hukum baik dan buruk.
Hubungan ilmu akhlak dengan sosiologi
sangat erat. Sosiologi mempelajari perbuatan manusia yang juga menjadi objek
kajian ilmu akhlak. Ilmu akhlak mendorong mempelajari kehidupan masyarakat yang
menjadi pokok persoalan sosiologi. Sebab, manusia tidak dapat hidup, kecuali
dengan cara bermasyarakat, terlihatlah dari sisi tingkat rendah atau timgginya
keadaan suatu masyarakat, baik pendidikan, ekonomi, seni, ataupun agama. Begitu
pula, ilmu akhlak memberikan gambaran kepada kita tentang bentuk masyarakat
yang ideal mengenai perilaku manusia dalam
masayarakat.
Sosiologi
mempelajari tingkah laku, bahasa, agama, dan keluarga, bahkan pemerintahan
dalam masyarakat. Kesemuanya itu mengenai tingkah laku yang timbul dari
kehendak jiwa (akhlak). Dengan demikian, sosiologi menolong ilmu akhlak
mendapatkan pengertian tingkah laku manusia dalam kehidupannya.
Mempersoalkan hubungan antara ahlak
dengan ilmu sosiologi agaknya sangat signifikan karena ilmu ahlak membahas
tentang berbagai perilaku manusia yang ditimbulkan oleh kehendak, yang tidak
dapat terlepas dari kajian kehidupan kemasyarakatan yang menjadi kajian ilmu
sosiologi.Demikianlah karena manusia tidak dapat hidup kecuali bermasyarakat
dan ia tetap menjadi anggota masyarakat. Bukan menjadi kekuasaan kita untuk
mengetahui keutamaan seseorang dengan tidak mengetahui masyarakatnya,
masyarakat mana yang dapat membantu keutamaan atau merintanginya.
Contoh
Akhlak dalam bermasyarakat ;
1.
Akhlaq kepada Sesama
Akhlaq
terhadap sesama dibedakan menjadi dua macam :
a. Akhlaq
kepada sesama muslim
Penerapan
akhlaq kepada sesama muslim misalnya ketika kita ingin di hargai oleh orang
lain, maka kewajiban kita juga harus menghargai orang lain, menghormati orang
yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, menyantuni yang fakir, menjaga
lisan dalam perkataan agar tidak membuat orang lain disekitar kita merasa
tersinggung, dan sebagainya.
b. Akhlaq kepada sesama nonmuslim
Akhlaq
antara sesama nonmuslim diajarkan dalam agama karena mereka (nonmuslim) juga
merupakan makhluk. Berbicara masalah keyakinan adalah persoalan nurani yang
mempunyai asasi kemerdekaan yang tidak bisa dicampuradukkan hak asasi kita
dengan hak merdeka orang lain, apalagi masalah keyakinan, yang terpenting
adalah kita lebih jauh memaknai kehidupan sosial karena dalam kehidupan ada
namanya etika sosial. Masalah etika sosial tidak terlepas dari karakter kita
dalam pergaulan hidup. Contohnya bagaimana kita menghargai apa yang menjadi keyakinan
mereka, menghargai ketika mereka melakukan upacara keagamaan, walaupun mereka
hidup dalam minoritas, memberi bantuan bila mereka terkena musibah, dan
sebagainya.
.
2.
Akhlaq kepada Diri Sendiri
Untuk
mempertahankan kehormatan, harga diri, dan meningkatkan harkat dan martabat
dalam hidup ini, kita memerlukan akhlaq terhadap diri sendiri, antara lain:
a. Menjaga
kehormatan dan harga diri, membersihkan diri lahir dan batin.
b. Memiliki
dan memupuk sifat-sifat terpuji.
c. Taat
menjalankan ajaran agama.
d. Menjaga
lisan, mata, telinga, dan tangan dari perbuatan tercela.
e. Mencari
rezeki yang halal.
f. Selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah,
beramal shaleh, meningkatkan iman dan takwa.
3.
Akhlaq
kepada Keluarga
Berikut akan
diberikan beberapa contoh penerapan akhlaq mulia kepada keluarga :
a. Kepada orangtua : berbakti, menghormati, menyayangi
dan mendoakan keduanya, tidak berkata kasar, tidak menyakiti hati dan fisik
mereka, apabila mereka sudah sepuh, keduanya disantuni dan diberi nafkah.
b. Kepada istri atau suami : menjaga kedamaian,
ketenangan, saling menghormati, saling menyayangi, bersikap jujur dan terbuka,
tidak selingkuh dan saling curiga, dan sebagainya.
c. Kepada tetangga dan masyarakat : saling
membantu, tenggang rasa, gortong royong, saling menghormati, saling meminta dan
memberi, dan sebagainya.
d. Hormat
dan memuliakan guru dan dosen, dan sebagainy
4.
Akhlaq kepada Lingkungan (Alam Semesta)
Hendaknya
setiap manusia melakukan hal-hal berikut:
a. Memperhatikan dan merenungkan penciptaan alam
semesta serta bersyukur kepada Allah.
b. Memanfaatkan alam semesta dengan
sebesar-besarnya bagi kemakmuran hidup manusia.
c. Menjaga keseimbangan dan
kelestarian lingkungan flora dan fauna serta alam semesta ini untuk kepentingan
manusia.
d. Tidak berlaku dzalim, aniaya, atau
mengeksploitasi secara semena-mena, seperti penebangan hutan secara liar,
penggalian tambang tanpa mempedulikan lingkungan, membuat polusi, dan
sebagainya
2.
HUBUNGAN
ILMU AKHLAK DENGAN PSIKOLOGI
Sebagaimaa dengan sosiologi , ilmu
akhlak berhubungan pula degan psikoligi. Psikolpgi menyelidiki dan membicarakan
kekuatan, perasaan, paham, mengenal, ingatan, kehendak, kemerdekaan, khayal,
dan rasa kasih yang kesemuanya dibutuhkan oleh ilmu akhlak.
Hubungan antara akhlak dengan psikologi
mempunyai pertalian erat dan kuat. Objek penyelidikan psikologi adalah kekuatan
perasaan, paham, mengenal, ingatan, kehendak, kebebasan, khayal, rasa kasih,
kelezatan dan rasa sakit.
Adapun akhlak memerlukan apa yang dipersoalkan
oleh ilmu juwa tersebut. Dapat dikatakan bahwa ilmu jiwa atau psikologi adalah
sebagai pendahuluan dalam ilmu akhlak. Objek persoalannya yang jelas bahwa ilmu
jiwa menguraikan tentang jiwa perseorangan, masyarakat dan lain sebagainya yang
berhubungan dengan gejala-gejala jiwa, tetapi akhlak akan mempersoalkan apakah
jiwa mereka tersebut ter,asuk jiwa yang baik atau buruk. Dengan demikian
menjadi jelas bahwa akhlak mempunyai hubungan dengan ilmu jiwa.
Psikologi
mempelajari tingkah laku manusia selaku anggota masyarakat sebagai manifestasi
dan aktivitas rohaniah, terutama yang ada hubungan nya dengan tingkah laku ,
baik di dalam maupun diluar kelompoknya, juga interaksi (saling memengaruhi)
antara satu dn lainnya dalam masyarakat. Adapu ilmu akhlak memberikan gambaran
pada manusia tentang pekerjaan yang baik dan pekerjaan yang buruk.
Psikologi atau ilmu jiwa meerupakan ilmu yang mempelajari
tentang perilaku dan proses mental yang terjadi pada manusia. Dengan kata lain
ilmu ini meneliti tentang peranan yang digunakan dalam perilaku manusia.
Psikologi secara umum mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang berkaitan
dengan pikiran (kognisi), perasaan (emosion), dan kehendak (konasi). Dengan
demikian, psikologi merupakan sebuah ilmu penting yang harus dipelajari sebelum
kita mengkaji tentang akhlak. Prof. Ahmad Lutfi berpendapat, “ilmu akhlak tidak
akan bisa dijabarkan dengan baik tanpa dibantu oleh ilmu jiwa (psikologi).”
Itulah yang menyebabkan Imam Al Ghozali sebelum mengajar ilmu akhlak, beliau
mengajarkan terlebih dahulu kepada muridnya mengenai ilmu jiwa, dan itulah
mengapa Imam Al Ghozali menyusun kitab Ma’arijul qudsi fi madaarji ma’ariftin
nafsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu jiwa dan ilmu akhlak bertemu karena
pada dasarnya objek atau sasaran kedua ilmu tersebut adalah manusia. Melalui
ilmu jiwa, sifat-sifat psikologis yang dimiliki seseorang, jiwa yang bersih dari dosa dan maksiat serta dekat
dengan tuhan misalnya, akan melahirkan sikap dan perbuatan yang tenag pula,
sebaliknya jiwa yang kotor, banyak berbuat maksiat dan kesalahan serta jauh
dari Tuhan akan melahirkan jiwa yang jahat, sesat dan menyesatkan orang lain.
3. HUBUNGAN
ILMU AKHLAK DENGAN FILSAFAT
Berdasarkan makna dan konsepnya yang
umum, filsafat merupakan upaya mengetahui dan menggali potensi yang dimiliki
manusia. Pengertian ini memungkinkan semua ilmu berada di bawahnya. Kita lihat
pada masa lalu ketika ilmu-ilmu sangat terbatas, ternyata ternyata filsafat
menaungi semuanya. Saat itu, filsuf memiliki pengusaan terhadap semua ilmu.
Pada saat itu, objek filasafat dibagi ke dalam dua bagian. Pertama, hal-hal
yang manusia tidak dapat melakukan intervensi didalamnya, kecuali yang
berkaitan dengan perbuatan manusia. Kedua, hal-hal yang bergantung pada usaha
manusia, yaitu tindakan-tindakan manusia.
Bagian pertama dinamakan filsafat
teoritis (al-hikmah an-nazriyyah) dan terbagi ke dalam tiga bagian.
1. Filsafat
ketuhanan (al-hikmah al-ilahiyyah), yaitu yang berkaitan dengan
aturan-aturan umum tentang eksistensi,
awal mula eksistensi, dan akhir eksistensi;
2. Fisika
( thabi’iyat) yang terbagi ke dalam beberapa bagian lagi.
3. Matematika
yang terbagi ke dalam beberapa bagian.
Bagian
kedua (tindakan-tindakan manusia) dinamakan filsafat praktis (al-hikmah
al-‘amaliyyah) yang terbagi kedalam tiga bagian.
1. Akhlak
yang menjadi penyebab bagi kebahagiaan atau kesesatan manusia;
2. Manajemen
rumah tangga (tadbir al-manzil) serta segala sesuatu yang berkaitan dengan
keluarga;
3. Politik
dan manajemen negara.
Karya-
karya khusus bidang akhlak bahkan berbicara tentang manajemen rumah dan politik
negara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ilmu akhlak merupakan cabang
ilmu filsafat praktis. Akan tetapi, karena sekarang jumlah ilmu sedemikian
banyak, ilmu akhlak berdiri menjadi ilmu tersendiri.
Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menyelidiki segala sesuatu yang ada dan
yang mungkin ada dengan menggunakan pikiran. Filsafat memiliki bidang-bidng
kajiannya mencakup berbagai diiplin ilmu antara lain :
a. Metafisika : penyelidikan dibalik alam yang nyata
b. Kosmologi : penyelidikan tentang alam
(filsafat alam)
c. Logika : pembahasan tentang cara
berfikir cepat dan tepat
d. Etika : pembahsan tentang tingah
laku manusia
e. Theodica : pembahasan tentang ke-Tuhanan
f. Antropologia : pembahasan tentang manusia
Dengan
demikian jelaslah bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam filsafat.
Banyak ilmu-ilmu yang pada mulanya merupakan bagian filsafat karena ilmu
tersebut kian meluas dan berkembang dan akhirnya membentuk disiplin ilmu itu
sendiri dan terlepas dari filsafat. Demikian juga etika, dalam proses
perkembangannya sekalipun masih diakui sebagai bagian dalam pembahasan
filsafat, kini telah merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri.
4.
HUBUNGAN
ILMU AKHLAK DENGAN PENDIDIKAN
Ibnu Maskawaih
Ibnu
Miskawaih lebih dikenal sebagai filsuf akhlak dari pada sebagai cendekiawan
muslim yang ahli dalam bidang kedokteran,
ketuhanan, maupun agama.
Dia adalah orang yang paling berjasa dalam mengkaji akhlak secara ilmiah.
Bahkan pada masa dinasti Buwaihi, dia diangkat menjadi sekretaris
dan pustakawan.
Akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbamgan.
Imam
Al-Ghazali
Bahwa
akhlak atau perilaku adalah suatu sikap yang mengakar yang darinya lahir
sebagai perbuatan yang mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan
pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik atau
terpuji, baik dari segi akal syara, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika
dia lahir darinya perbuatan tercel, maka sikap tersebut disebut akhlak buruk.
Dari kedua pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam kuat dalam
jiwa yang Nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran lagi yang tertanam sudah menjadi kebiasaan.
Sedangkan ilmu
pendidikann adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik.
Hakikat
pendidikan adalah menyiapkan dan mendampingi seseorang agar memperoleh kemajuan
dalam menjalani kesempurnaan. Kebutuhan manusia terhadap pendidikan beragam
seiring dengan beragamnya kebutuhan manusia. Ia membutuhkan pedidikan
fisik untuk menjaga kesehatan fisiknya;
ia butuh pendidikan akal agar jalan pikirannnya sehat; ia membutuhkan
pendidikan ilmu agar memperoleh ilmu-ilmu yang bermanfaat; ia membutuhkan
pendidikan disiplin ilmu tertentu agar dapat mengenal alam; ia
membutuhkan
pendidikan sosial agar membawanya mampu bersosialisasi; ia membutuhkan
pendidikan agama untuk membimbing rohnya menuju Allah SWT; ia membutuhkan pula
pendidikan akhlak agar perilakunya seirama dengan akhlak yang baik.
Pendidikan
akhlak merupakan benang perekat yang merajut semua jenis pendidikan di atas.
Dengan kata lain, semua jenis pendidikan di atas harus tunduk pada
kaidah-kaidah akhlak.
Ilmu
pendidikan dijumpai dalam berbagai literatur banyak berbicara mengenai berbagai
aspek yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan pendidikan. Dalam ilmu ini
antara lain dibahas tentang rumusan tujuan pendidikan, materi pelajaran
(kurikulum), guru, metode, sarana dan prasarana, lingkungan, bimbingan, proses
belajar-mengajar, dan lain sebagainya.
Ahmad
D.Marimba mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan
hidup seorang muslim, yaitu menjadi hamba Allah yang mengandung implikasi
kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya. Pendidikan dalam pelaksanaanya
memerlukan dukungan orang tua dirumah, guru di sekolah serta pimpinan tokoh
masyarakat di lingkungan. Semua lingkungan ini merupakan bagian integral dari
pelaksanaan pendidikan, yang berarti pula tempat dilaksanakannya pendidikan
akhlak untuk meciptakan akhlak yang baik bagi generasi bangsa.
Semua
aspek pendidikan ditujukan pada tercapainya tujuan pendidikan. Tujuan
pendidikan ini dalam pandangan Islam banyak berhubungan dengan kualitas manusia
yang berakhlak.
Jika
rumusan dari tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan antara satu dengan yang
lainnya. Maka dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya
seorang hamba Allah yang patut dan tunduk melaksanakan segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangannya serta memiliki sifat-sifat dan akhlak yang mulia.
Rumusan ini menggambarkan bahwa antara Pendidikan Islam dan Ilmu Akhlak
ternyata sangat berkaitan erat. Pendidikan Islam merupakan sarana yang
mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berakhlak.
Contoh
penerapan ilmu akhlak dalam pendidikan
Akhlak kepada guru
ketika belajar sangatlah harus diperhatikan, karena sesunggunhnya guru adalah
orang yang harus senantiasa kita muliakan. Bahkan guru adalah orang tua kita di
kampus. Sebagai seorang anak maka sudah sepantasnyalah kita berlaku baik, menyayanginya
dan memuliakan nya.
Sebagaimana dalam sabda Rasulullah SAW
Sabda
Rasulullah SAW yang artinya: “Muliakanlah orang yang kamu belajar
darinya”. (HR. Abul Hasan Al-Mawardi), “Muliakanlah
guru-guru Al-Qur’an (agama), karena barang siapa yang memuliakan mereka berarti
ia memuliakan aku”. (HR. Abul Hasan Al-Mawardi).
Akhlak
juga penting untuk mewujudkan keharmonian hubungan antara pelajar
dengan pengajar. Hubungan yang baik di antara guru dengan murid bukan saja akan
mempercepat tetapi juga memudahkan proses penimbaan ilmu pengetahuan.
Jadi
sudah nampak jelas bahwa akhlak sangatlah penting dalam pendidikan , dan akhlak
sangat berhubungan dengan pendidikan.
5.
HUBUNGAN
ILMU AKHLAK DENGAN AQIDAH DAN IBADAH
a)
Pengertian
akhlak
Akhlak (berasal dari kata
al-akhlak, jamak dari al-khulq = kebiasaan, perangai, tabiat, dan agama).
Tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak dibuat-buat, dan
telah menjadi kebiasaan. Kata akhlak dalam pengertian ini disebut dalam
Al-Quran dengan bentuk tunggalnya, khulq, pada firman Allah SWT yang merupakan
konsiderans pengangkatan Muhammad sebagai Rasul Allah. Dijelaskan dalam
Al-Quran sebagai berikut
Artinya :
“Dan sesungguhnya
engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung (QS Al-Qalam, 68 :4)
Beberapa istilah yang
bekaitan dengan akhlak. Menurut jamil salibah (ahli bahasa arab kontemporer
asal suriah), adalah akhlak yang baik dan ada yang buruk. Akhlak yang baik
disebut adab (adab). Kata adab juga digunakan dalam arti etika yaitu tata cara
sopan santun dalam masyarakat guna memelihara hubungan baik antar mereka.
Selanjutnya,
dikalangan Ulamah terdapat perbedaan pendapat tentang apakah akhlak yang lahir
dari manusia merupakan hal pendidikan dan latihan ataukah pembawah sejak lahir.
Sebagian mengatakan bahwa akhlak merupakan pembawah sejak lahir orang yang
bertingkah laku baik atau buruk karena pembawanya sejak lahir. Karenanya,
akhlak tidak bisa diubah melalui pendidikan atau latihan. Pandangan ini
dipegang oleh kaum jabariah, salah satu aliran dalam teologi islam. Sebagian
lain berpendapat bahwa akhlak merupakan hasil pendidikan.
Karenanya, akhlak bisa diubah melalui
pendidikan, dan itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW “diutus untuk
menyempurnakan akhlak” (HR. Malik). Pendapat ini dipegang oleh kebanyakan
ulamah. Ibnu maskawaih, ketika mengeritik pandangan pertama, mengatakan bahwa
pandangan negatif tersebut antara lain akan memebuat segalah bentuk normal dan
bimbingan jadi tertolak, orang jadi tunduk pada kekejaman dan kelaliman, serta
nak-anak jadi liar karena tubuh dan perkembangan tanpa nasihat dan pendidikan.
Meskipun
kedua potensi ini terdapat dalam diri manusia, ada issyarat dalam Al-Quran
bahwa manusia pada dasarnya cendrung pada kebajikan. Didalam Al-Quran diuraikan
bahwa iblis menggoda Adam, lalu adam durhaka kepada Tuhan. Sebelum digoda
iblis, Adam tidak durhaka artinya ia tidak melakukan sesuatu yang buruk akibat
godaan itu, adam menjadi sesat, tetapi kemudian bertobat kepada tuhan sehingga
kembali kepada kesuciannya.
Adapun
sasaran Ahlak. Dalam Islam, secara garis besar akhlak manusia mencakup tiga
sasaran, yaitu terhadap Allah SWT, terhadap bersama manusia, dan terhadap
lingkungannya.
Tujuan
akhlak sendiri adalah menghasilkan nilai yang mampu menghadirkan kemanfaatan
bagi manusia, bukan nilai materi. karena Akhlak adalah salah satu dasar bagi
pembentukan kepribadian individu. Tentu saja secara pasti, akhlak sebagai salah
satu dasar pembentuk masyarakat tidak akan diabaikan begitu saja. Suatu
masyarakat tidak akan baik kecuali ketika akhlaknya baik. Namun, masyarakat
tidak akan menjadi baik hanya dengan akhlak, tetapi dengan dibentuknya
pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan Islami, serta diterapkannya aturan di
tengah-tengah masyarakat itu.
b)
Pengertian
aqidah
Aqidah
merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup ini
diperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya
sebagai mahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari
seluruh bangunan aktifitas manusia.
Pondasi
aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka dibutuhkan
adanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk
pengabdian dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka
mendekatkan diri kepada allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
terhadap allah.
Apabila aqidah telah
dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia, maka kedua hal tersebut
harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan adanya suatu
peraturan yang mengatur itu semua. Aturan itu disebut Muamalah. Muamalah adalah
segala aturan islam yang mengatur hubungan antar sesama manusia. Muamalah
dikatakan berjalan baik apabila telah memiliki dampak sosial yang baik.
Untuk
dapat mewujudkan aqidah yang kuat yaitu dengan cara ibadah yang benar dan juga
muamalah yang baik, maka diperlukan suatu adanya ilmu yang menjelaskan baik dan
buruk, menjelaskan yang seharusnya dilakukan manusia kepada yang lainya, yang
disebut dengan akhlak. Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat
aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Ibadah yang
dijalankan dinilai baik apabila telah sesuai dengan muamalah. Muamalah bisa
dijalankan dengan baik apabila seseorang telah memiliki akhlak yang baik.
Dari
uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa aqidah itu merupakan satu hal yang
sangat fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk
memantapkan uraian ini, aqidah laksana mesin bagi sebuah mobil yang
menggerakkan segala kekuatannya untuk berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak
ubahnya seperti benda-benda mati yang lain yang tidak bisa bergerak dan
berjalan.
Kemantapan
aqidah dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha illa al-Allah
(Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong, memberi nikmat kecuali
Allah; dan tiada yang dapat mendatangkan bencana, musibah kecuali Allah.
Pendket kata, kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah dari Allah.
c)
Pengertian
ibadah
Ibadah
secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna
dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
Ibadah adalah taat
kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
Ibadah
adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
Ibadah adalah sebutan
yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik
berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini
adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah
terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut),
raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah
(senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan
hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan
hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat,
zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta
masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan
dan badan.
[Adz-Dzaariyaat: 56-58]
“...Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Allah
Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah
agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah
Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang
membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa
yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah
kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah
mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya
dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang
mengesakan Allah).
Jadi
ibadah merupakan hasil dari Aqidah yang kokoh. aqidah tersebut menciptakan
kegiatan atau amal yang dinamakan Ibadah. sebagaimana yang kita ketahui, jika
manusia memiliki dua tugas didalam perjalanan penghambaan, yakni ibadah dan
memimpin.
Hubungan Aqidah, Ibadah dan Akhlak
Aqidah
sebagai dasar pendidikan akhlak / Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim
adalah aqidah yang kokoh dan ibadah yang benar , Karena akhlak tersarikan dari
aqidah, aqidah pun terpancarkan melalui ibadah. karena sesungguhnya aqidah yang
kokoh senantiasa menghasilkan amal ataua ibadah dan ibadah pun akan menciptakan
akhlakul karimah. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya
akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah
salah maka akhlaknya pun akan salah. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika
kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam juga lurus dan benar. Karena barang
siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia akan dengan mudah
berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh
bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya.
Pendidikan
akhlak yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan contoh perilaku yang
harus diikuti oleh manusia. Mereka harus mempraktikanya dalam kehidupan mereka,
karena hanya inilah yang menghantarkan mereka mendapatkan ridha allah dan atau
membawa mereka mendapatkan balasan kebaikan dari Allah.
Rasulullah
SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada kesempurnaan dan
kebaikan akhlaknya. Sabda beliau:
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya
ialah mereka yang paling bagus akhlaknya”. (HR. Muslim).
Dengan
demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah
laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari
imannya yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik, pertanda ia mempunyai
iman yang kuat; dan jika perbuatan buruk, maka dapat dikatakan ia mempunyai
Iman yang lemah. Muhammad al-Gazali mengatakan, iman yang kuat mewujudkan
akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat
dan buruk.
Komentar
Posting Komentar