(MAKALAH) Devinisi Hadits Palsu (Maudu’)

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar  Belakang
Hadits adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi SAW baik berupa perkataan atau perbuatan dan atau persetujuan. Hadits berkedudukan sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Adanya hadits berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Al-Qur’an.
Akan tetapi dari disampaikannya hadits-hadits yang disandarkan pada Rasulullah SAW tidak semua disetujui oleh semua ummat Islam. Terdapat golongan yang  mengakui akan ketidakbenaran kehadiran hadits-hadits tersebut. Dengan pemikiran-pemikiran yang membuat kokohnya pendapat yang tidak mempercayai Sunnah tersebut, golongan-golongan yang terlibat pun ikut andil untuk mengingkari segala yang sampai pada mereka.




BAB II
PEMBAHASAN
Devinisi Hadits Palsu (Maudu’)
Hadith Maudhu’ adalah merupakan dua perkataan yang berasal daripada bahasa Arab yaitu al-Hadith dan al-Maudhu’. Al-Hadith dari segi bahasa mempunyai beberapa pengertian seperti al-hadith dengan arti baru (al-jadid) dan al-hadith dengan arti cerita (al-khabar).
Sedangkan Hadits menurut ulama ahli hadits adalah: sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW, baik yan berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapannya. Pengertian ini sama dengan pengertian yang dibuat oleh ulama hadith terhadap al-Khabar dan al-Athar. Sebahagian ulama mendefinisikan al-Hadith sama arti dengan al-Sunnah.
Maudhu’ dari sudut bahasa berasal dari kata wadha’a – yadha’u – wadh’an wa maudhu’an – yang mengandung beberapa pengertian antaranya: telah menggugurkan, menghinakan, mengurangkan, melahirkan, merendahkan, mencipta, menanggalkan, menurunkan.
Oleh karena itu Maudhu’ (di atas neraca isim maf’ul – benda yang kena dibuat) akan membawa arti dicipta atau direka. Di dalam definisi yang lebih tepat lagi ulama hadith mendefinisikannya adalah segalas sesuatu yang yang tidak pernah keluar daripada Nabi SAW, baik dalam bentuk perkataan atau perbuatan atau taqrir, tetapi disandarkan kepada baginda SAW, baik secara sengaja atau tersalah, jahil atau memperdaya.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa sesuatu yang bukan berasal dari Nabi, baik yang berupa ucapan, tindakan maupun ketetapan tidak dapat dinamakan Hadist. Andaikata ada yang menyebutnya sebagai hadist, maka sudah tentu adalah hadist maudlu atau palsu, yaitu: hadist yang dibuat-buat atau diciptakan seseorang secara dusta atas nama Nabi SAW, baik dengan sengaja atau tidak sengaja. Tidak sengaja itu bisa dengan sebab kebodohan, kekeliruan ataupun kesalahannya. Meskipun ia tidak secara langsung  berdusta, tetapi tetap saja riwayatnya dinamakan maudlu’ (palsu)

Sejarah timbulnya pemalsuan hadits
Pada zaman Nabi, boleh dikatakan tidak ada pemalsuan hadits, sebab nabi bersikap tegas sekali dalam menegakkan kebenaran dan keadilan dalam memberantas segala macam kebohongan dan kepalsuan. Pada masa pemerintahan Abu Bakar (tahun 632 M-634 M) Umar (tahun 634 M-644 M) beliau sangat teliti dan hati hati terhadap penerimaan dan penyampaian ajaran ajaran Nabi. Beliau juga menyerukan kepada seluruh umat islam agar hati-hati dan waspada didalam menerima dan menyampaikan Hadits hadits Nabi. Kholifah tidak segan segan mengambil tindakan terhadap siapapun yang tidak mengindahkan seruan dan perintah dari kedua kholifah tersebut. Tindakan tesebut terpaksa dilakukan demi menjaga kemurnian ajaran ajaran nabi dan menghindari kemungkinan penyalahgunaan oknum oknum yang tidak bertanggung jawab terhadap hadits hadits nabi untuk tujuan politik. Karena itu pada masa ini dapat dikatakan belum ada pemalsuan hadits. Pada masa kholifah utsman bin affan (tahun 644 M-656 M) dari pengikut pengikut Abdullah bin saba’ (seorang munafik yang ulung) telah mulai berani melancarkan fitnah dan provokasi dikalangan umat islam dengan tujuan memecah belah umat islam dan untuk menimbulkan kebencian umat islam kepada kholifah yang sah, sehingga menyebabkan terbunuhnya kholifah utsman bin affan (tahun 656 M) mereka telah berani membuat kebohongan dalam ajaran ajaran Nabi (Pemalsuan Hadits). Pada masa pemerintahan Ali (656 M-661 M) terjadi perang saudara antara Ali dan Mu’awiyah.
Sejak terbunuhnya khalifah Usman bin Affan dan tampilnya Ali bin Abu Thalib serta Muawiyah yang masing-masing ingin memegang jabatan khalifah, maka umat Islam terpecah menjadi tiga golongan, yaitu syiah. khawarij, dan jumhur.

Masing-masing kelompok mengaku berada dalam pihak yang benar dan menuduh pihak lainnya salah. Untuk membela pendirian masing-masing, maka mereka membuat hadis-hadis palsu. Mulai saat itulah timbulnya riwayat-riwayat hadis palsu.
Orang-orang yang mula-mula membuat hadis palsu adalah dari golongan Syiah kemudian golongan khawarij dan jumhur, Tempat mula berkembangnya hadis palsu adalah daerah Irak tempat kamu syiah berpusat pada waktu itu.

Pada abad kedua, pemalsuan hadis bertambah luas dengan munculnya propaganda- propaganda politik untuk menumbangkan rezim Bani Umayyah. Sebagai imbangan, muncul pula dari pihak Muawiyyah ahli-ahli pemalsu hadis untuk membendung arus propaganda yang dilakukan oleh golongan oposisi.

Selain itu, muncul juga golongan Zindiq, tukang kisah yang berupaya untuk menarik minat masyarakat agar mendengarkannya dengan membuat kisah-kisah palsu.

Menurut Imam Malik ada empat jenis orang yang hadisnya tidak boleh diambil darinya:
  1. Orang yang kurang akal.
  2. Orang yang mengikuti hawa nafsunya yang mengajak masyarakat untuk mengikuti hawa nafsunya.
  3. Orang yang berdusta dalam pembicaraannya walaupun dia tidak berdusta kepada Rasul.
  4. Orang yang tampaknya saleh dan beribadah apabila orang itu tidak mengetahui nilai-nilai hadis yang diriwayatkannya.

Untuk itu, kemudian sebagian ulama mempelajari dan meneliti keadaan perawi-perawi hadis yang dalam masa itu banyak terdapat perawi-perawi hadis yang lemah Diantara perawi-perawi tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui mana yang benar-benar dapat diterima periwayatannya dan mana yang tidak dapat diterima.

Selain itu juga diusahakan pemberantasan terhadap hadis-hadis palsu oleh para ulama, yaitu dengan cara menunjukan nama-nama dari oknum-oknum/ golongan-golongan yang memalsukan hais berikut hadis-hadis yang dibuatnya supaya umat islam tidak terpengaruh dan tersesat oleh perbuatan mereka.

Untuk itu, para ulama menyusun kitab-kitab yang secara khusus menerangkan hadis-hadis palsu tersebut, yaitu antara lain :
  1. Kitab oleh Muhammad bin Thahir Ak-Maqdizi(w. tahun 507 H)
  2. Kitab oleh Al-Hasan bin Ibrahim Al-Hamdani
  3. Kitab oleh Ibnul Jauzi (w. tahun 597 H)

Di samping itu para ulama hadis membuat kaidah-kaidah atau patokan-patokan serta menetapkan ciri-ciri kongkret yang dapat menunjukkan bahwa suatu hadis itu palsu. Ciri-ciri yang menunjukkan bahwa hadis itu palsu antara lain:
  • Susunan hadis itu baik lafaz maupun maknanya janggal, sehingga tidak pantas rasanya disabdakan oleh Nabi SAW., seperti hadis:
Artinya:
Janganlah engkau memaki ayam jantan, karena dia teman karibku.

  • Isi maksud hadis tersebut bertentangan dengan akal, seperti hadis:
Artinya:
Buah terong itu menyembuhkan. Segala macam penyakit.
  •  Isi/maksud itu bertentangan dengan nas Al-Quran dan atau hadis mutawatir, seperti hadis:
Artinya:
Anak zina itu tidak akan masuk surga.
  •  Hadis tersebut bertentangan dengan firman Allah SWT. :
Artinya:
Orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. ” (QS. Fatir: 18)

c. Pergolakan politik dan pemalsuan hadits
Pergolakan politik ini terjadi pada masa sahabat, setelah terjadinya perang jamal dan perang siffin, ketika kekuasaan dipegang oleh Ali bin abi Tholib. Akan tetapi, akibatnya cukup panjang dan berlarut larut, dengan terpecahnya umat islam kedalam beberapa kelompok (khowarij, syiah, muawiyah dan golongan mayoritas yang tidak termasuk dalam ketiga kelompok tersebut). Secara langsung atau tidak langsung, pergolakan politik tersebut memberikan pengaruh terhadap perkembangan hadits berikutnya. Pengaruh yang langsung dan bersifat negatif ialah munculnya hadits hadits palsu (maudu’) untuk mendukung kepentingan politiknya masing masing kelompok dan untuk menjatuhkan posisi lawan lawannya.
Adapun pengaruh yang berakibat positif adalah lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin hadits sebagai upaya penyelamatan dari permusnahan dan pemalsuan sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut.
d. Sebab sebab munculnya hadits hadits palsu
Timbulnya Hadits-Hadits palsu disebabkan karena terpecahnya umat Islam menjadi tiga golongan akibat terjadinya fitnah diakhir masa Utsman R.A maka terpecahlah umat Islam menjadi tiga golongan yaitu: syiah, khowarij, dan jumhur.
Dengan terpecahnya umat Islam tersebut, menyebabkab masing masing mereka didorong oleh keperluan dan kepentingan golongan untuk mendatangkan keterangan keterangan yang diperlukan oleh golongan, maka bertindaklah mereka membuat Hadits Hadits palsu dan menyebarkannya ke masyarakat.
Mulai saat itu terdapatlah diantaranya riwayat riwayat yang shohih dan riwayat riwayat palsu, yang kian hari bertambah banyak dan beraneka ragam.
Mula mula mereka memalsukan Hadits Hadits mengenahi pribadi pribadi orang yang mereka agungkan. Orang orang yang pertama membuat Hadits palsu ialah golongan syiah, Tempat mula berkembangnya Hadits palsu adalah Irak tempat kaum syiah berpusat pada waktu itu. Selain faktor konflik politik, dalam perkembangan selanjutnya ada beberapa hal yang turut mendorong semakin meluasnya Hadits palsu. Diantara beberapa faktor tersebut adalah:
1. Kafir Zindiq, yaitu mereka yang berpura-pura Islam tetapi sesungguhnya mereka adalah kafir dan munafik yang sebenarnya.
2. Satu kaum yang memalsukan Hadits karena mengikuti hawa nafsu dan mendekatkan diri kepada penguasa
3. Qashas (Tukang-tukang cerita).
4. Satu kaum yang memalsukan Hadits-Hadits untuk tujuan yang menguntungkan dirinya.
5. Fanatisme golongan, jenis, negeri dan lainnya
6. Semakin terpecah-pecahnya umat Islam dalam golongan-golongan yang beraneka ragam.
Seperti dikatakan ibnu abil hadid (ulama’syiah) dalam kitab nahyul balaghoh, katanya: “ketahuilah bahwa asal asalnya timbul Hadits yang menerangkan keutamaan pribadi pribadi adalah golongan syiah sendiri”.
Perbuatan mereka ini ditandingi oleh golongan sunnah (jumhur) yang awam. Mereka juga membuat Hadits palsu untuk mengimbangi Hadits Hadits palsu yang dibuat golongan syiah itu. Demikina pula golongan khowarij, juga membuat Hadits Hadits palsu dalam rangka mempertahankan golongannya.
Dengan demikian meluaslah riwayat riwayat Hadits palsu dikalangan masyarakat Islam saat itu. Keadaan yang demikian itu menggugah para ulama untuk menyeleksi dan menyaring mana diantara Hadits yang shohih dan mana diantara Hadits yang palsu.



Pengertian Ingkar Sunnah
                        Kata “Ingkar Sunnah” terdiri dari dua kata yaitu “Ingkar” dan “Sunnah”. Kata “Ingkar” berasal dari akar kata bahasa Arab إِنْكَرَا  يُنْكِرُ  إِنْكَرَ   yang mempunyai arti diantaranya :”Tidak mengakui dan tidak menerima baik di lisan dan di hati, bodoh atau  tidak mengetahui sesuatu. Misalnya Firman Allah :
فَدَخَلُوا عَلَيْهِ فَعَرَفَهُمْ وَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ
            “Lalu mereka (saudara saudara Yusuf) masuk ke (tempat) nya. Maka Yusuf mengenal   mereka, sedang mereka tidak kenal (lagi) kepadanya kepadanya.(QS.Yusuf (12) :58).
يَعْرِفُونَ نِعْمَةَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ
Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang orang yang kafir. (QS.An-Nahl (16) :83).
            Al Askari membedakan antara makna An Inkar dan Al Juhdu. Kata Al Inkar terhadap sesuatu yang tersembunyi dan tidak disertai pengetahuan, sedang Al Juhdu terhadap sesuatu yang nampak dan disertai dengan pengetahuan. Dengan demikian bisa jadi orang yang mengingkari sunnah sebagai hujjah dikalangan orang yang tidak banyak pengetahuannya tentang ulum hadits. Dari beberapa kata”Ingkar” di atas dapat disimpulkan bahwa Ingkar secara etimologis diartikan menolak, tidak mengakui, dan tidak menerima sesuatu, baik lahir dan batin atau lisan dan hati yang dilatar belakangi oleh faktor ketidaktahuannya atau faktor lain.
            Orang yang menolak sunnah sebagai hujjah dalam beragama oleh umumnya ahli hadits disebut ahli bid’ah. Mereka itu, kaum Khawarij, Mu’tazilah dan lain lain karena mereka itu umumnya menolak sunnah.
            Ada beberapa definisi Ingkar Sunnah yanng sifatnya masih sangat sederhana pembatasannya diantaranya sebagai berikut :
a.       Paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai sumber ajaran agama Islam kedua setelah Al Qur’an.
b.      Suatu paham yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum Islam dari Sunnah shahih baik sunnah praktis atau yang secara formal dikodifikasikan para ulama, baik secara totalitas mutawatir atau ahad atau sebagian saja, tanpa ada alasan yang diterima.
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa Ingkar Sunnah adalah paham atau pendapat perorangan atau kelompok bukan gerakan atau aliran, ada kemungkinan paham ini dapat menerima sunnah selain sebagai sumber hukum Islam, misalnya sebagai fakta sejarah, budaya, tradisi dan lain lain. Paham Ingkar Sunnah bisa jadi menolak keseluruhan sunnah baik sunnah mutawatir dan ahad atau menolak yang ahad saja atau sebagian saja. Demikian juga penolakan sunnah tidak didasari alasan yang kuat, jika dengan alasan yang dapat diterima oleh akal sehat, seperti seorang mujtahid yang menemukan dalil yang lebih kuat daripada hadits yang ia dapatkan, atau hadits itu tidak sampai kepadanya, atau karena kedhaifannya atau karena tujuan syar’i yang lain maka tidak digolongkan Ingkar Sunnah.
Muhammad Abu Zahrah berkesimpulan bahwa ada kelompok pengingkar Sunnah yang berhadapan dengan Asy-Syafi’i yaitu :
1)      Menolak sunnah secara keseluruhan, golongan ini hanya mengakui Al Qur’an saja yang dapat dijadikan hujjah.
2)      Tidak menerima sunnah kecuali yang semakna dengan Al Qur’an.
     Kesimpulannya Ingkar Sunnah klasik diawali akibat konflik internal umat Islam yang dikobarkan oleh sebagian kaum Zindik yang berkedok pada sekte sekte dalam Islam, kemudian di ikuti oleh para pendukungnya dengan cara saling mencaci para sahabat dan melemparkan hadits palsu. Penolakan sunnah secara keseluruhan bukan karakteristik umat Islam. Semua umat Islam menerima kehujjahan sunnah. Namun, mereka berbeda dalam memberikan kriteria persyaratan kualitas sunnah.(Majid, Abdul Khon.2009.hal 27-40).


Komentar

  1. As claimed by Stanford Medical, It is really the ONLY reason women in this country live 10 years longer and weigh on average 19 KG lighter than we do.

    (Just so you know, it is not about genetics or some secret diet and EVERYTHING around "HOW" they eat.)

    P.S, What I said is "HOW", not "WHAT"...

    Click this link to see if this quick test can help you release your true weight loss potential

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer